menjemput matahari
mengapa menjemput matahari? hanya ingin belajar membedakan gelap dan terang.. mencoba menjiwai sastra..
Thursday, November 19, 2015
Mulai (lagi)
Friday, October 16, 2015
Aku dan senja
Sunday, May 24, 2015
Bermain Peran
Thursday, May 21, 2015
malam (1)
Wednesday, May 6, 2015
Bukan Pecinta Kopi
Mei menjelang, belum satupun tulisan tersulam
Mungkin aku yang masih miskin gagasan
Maka kucoba untung mendendang lewat tulisan
Walau hanya sekedar coretan pribadi yang sedikit usang
Pagi ini sambil menikmati kopi, aku terheran
Sejak kapan kopi menjadi pilihan?
Ah, sungguh kafein begitu menakutkan
Sebelumnya itu yang sering terpikirkan
Tentu saja kuyakini karena dokter yang menyarankan
Sepagi ini kujejakkan kaki di perpustakaan
Hanya sekedar untuk menuntaskan jawaban
yang tak kunjung kutemukan
Tesis harusnya tak boleh jadi sebuah beban
Maka kuformulakan gelombang otak mana yang akan berperan
Alpha, beta, delta, mungkinkah dikondisikan?
Lalu kututup kelopak mata dengan tenang
Menghitung berapa tarikan nafas yang terhembuskan
Lalu lagi-lagi kupertanyakan
Mengapa kopi menjadi pilihan?
Friday, April 17, 2015
Menuju kota hujan
Beberapa hari belakangan ini, rasa-rasanya saya hampir tak menyempatkan waktu berdialog dengan diri sendiri, ketika beberapa aktifitas satu menuju aktifitas lainnya saling tumpang tindih, dan saya terlena di euforia itu. Tugas yang satu belum selesai dan sayapun harus segara menyelasaikan tugas baru. Kuterima sebagai konsekuensi atas pilihan dan ingin kujalani seikhlas-ikhlasnya pengabdian.
Malam ini sembari memperhatikan wajah-wajah di sekitar saya, saya yang sudah terlalu larut menyusuri jalan pulang ke Bogor, saya yang sudah terlalu lelah karena semalam begadang namun harus tetap menjemput matahari, mengejar waktu ke ibu kota dan mengelilingi ibu kota hari ini sungguh sangat melelahkan. Kucoba memejam, sebagai ancang-ancang mencuri-curi istirahat. Hitung-hitung sebagai tambahan tenaga ekstra untuk tiga hari ke depan. Tiba-tiba telepon berdering.
Seketika mata yang tadinya 5 watt, tiba-tiba melek semelek meleknya karena satu kalimat, "ila, mappettu ada ka bulan depan". Haru, bahagia, dan lelahpun tak ada yang mampu bertahan. Lalu akhirnya percakapan antara kami sangat antusias. "Mappettu ada" sendiri adalah salah satu rangkain proses lamaran yang dilakukan hampir seluruh keluarga perempuan bugis ketika menerima pinangan.
Sahabat terbaikku, beruntung dan bersyukurlah, Ia menitipkan keyakinan itu padamu.
Barakallah sahabat terbaikku, semoga menghantarkanmu dan calon suamimu kepada Pemilik Cinta..
Aamiin..yaa rabbal a'lamiinn...
*menikmati cahaya malam dari jendela kereta listrik menuju kota hujan*
Wednesday, April 8, 2015
Menjemput dan atau menunggu
Malam ini ijinkan aku mengutip satu dua baitmu
aku terpukau pada 'nyanyian sunyi seorang bisu'mu
hanya untuk penggalan pertama 'permenungan dan pengapungan'mu
"surat ini takkan mungkin bisa dikirimkan,
takkan mungkin sampai di tanganmu,
liat dia tetap kutulis untukmu"
gejolak bisumu pelan-pelan nyata merasukiku
menyatu dengan nafasku
lalu mengapa kau sebut ia 'nyanyian bisu'?
karna sejujurnya tak pernah ku bersungguh-sungguh ingin membisu
namun memang dayaku yang hanya mampu membisu
menyeretku terperangkap pada "permenungan" yang berliku
permenungan yang pernah tersebut menjemput dan atau menunggu
tak perlu kubercerita seberapa sering aku menjemput
pun tentang apa yang kujemput, yang kunamai matahari itu
menjemput matahari adalah canduku tak pernah kurisaukan sekalipun
memang bukan menjemput matahari yang menjadi 'permenungan'
ah sekiranya 'permenungan'ku ini tentang harapan
lalu mengapa menjemput harapan ini semakin merisaukan?
menjemput dan atau menunggu?
walau terdengar tak lazim tetap kutulis "dan atau"
ia hanya ruang semesta yang aku bangun pada 'permenungan'ku
menjemput dan menunggu, menjemput atau menunggu?
entah kutukan atau kepasrahan walau telah biasa aku menjemput
kali ini, aku tanya punya daya tarung
meski mungkin tak berujung, aku menunggu...
biar kurasai yang kutunggu masih semu, menjemput matahari akan tetap menjadi candu! Menjemput matahari, Menjemput-Nya, yang kan menuntunku pada rupa ujung penungguanku
*sambil mendengar "nyanyian sunyi seorang bisu" oleh mas pram